Jumat, 03 April 2015

long story



LUCY
Pagi yang cerah. Lucy meletakkan pisau selainya dengan tiba-tiba, setelah didengarkannya ayahnya yang ingin menikah lagi.
“Roti gosong lagi ?” tanya Pak William, ayah Lucy.
“Rotinya tidak segosong yang kemarin kan yah ? aku rasa aku mengalami kemajuan. Aku akan terus membuatkan sarapan untuk ayah setiap paginya sampai masakanku berhasil. Supaya ayah tidak merengek lagi untuk menikahi sekertaris ayah itu. Karena aku bisa mengurus ayahku dengan sangat baik.” Sahut Lucy.
“Dengan roti gosong atau pancake gosong setiap pagi ? ayolah Lucy ... ada yang harus mengurusku dan mengurusmu. Lihat ayah, lihat dirimu.”
“Yah ! apa aku tidak cukup untuk ayah ? ayah hanya perlu bersabar, lama-lama roti ini juga tidak akan gosong lagi yah... dan aku tidak perlu pengurus, karna aku bisa mengurus diriku sendiri !”
“Ini bukan hanya soal roti Lucy.”jawab Pak William sambil menatap dandanan anaknya yang compang camping seperti anak yang tidak terurus. “Huh ! dengar ...”belum selesai bicara.
“Cukup yah ! apa ayah tidak mengerti perasaanku ? sampai kapan pun tidak akan ada yang bisa menggantikan ibu !”bentak Lucy.
Suara klakson mobil terdengar dari depan rumah. “Kurasa pengawal suruhan ayah sudah datang, aku berangkat.”
“Lucy ! kau harus memanggil Evan dengan sebutan‘kakak’, dia itu lebih tua 5 tahun darimu.” Teriak ayahnya.
“Masa bodo !” Lucy menggerutu sambil berjalan keluar rumah.
***
Sudah 3 tahun setelah ibu Lucy meninggal saat melahirkan adik laki-lakinya. Dan setelah beberapa hari adiknya menyusul ibunya. Lucy sekarang duduk di bangku universitas. Lucy adalah anak yang berparas cantik tapi tomboy, cuek, dan pemalas, tetapi sebenarnya dia adalah anak yang pandai. Tingkah lakunya seperti anak laki-laki. Dia sangat mencintai musik. Sebenarnya ia tidak suka dengan kuliah yang diambilnya, yaitu bisnis. Semua karna permintaan ayahnya. Ayahnya berharap Lucy dapat meneruskan perusahaan ayahnya.
Bisa dibilang, Evan adalah sahabat Lucy dari kecil. Mereka sudah seperti saudara. Evan adalah anak dari rekan kerja ayah Lucy. Sejak ibu Lucy meninggal, Evan selalu ada disisi Lucy seperti kakaknya sendiri. Dimana ada Lucy, pasti ada Evan. Semua itu karna ayah Lucy yang selalu berpesan kepada Evan untuk melindungi Lucy. Lucy selalu memanggil Evan dengan sebutan ‘pemen karet’. Mereka berdua sangat akrab karena sudah mengenal dari kecil. Evan adalah anak yang tampan, baik, dewasa, sabar, dan bijaksana. Dia selalu membantu Lucy di setiap kesulitannya. Evan lebih tua 5 tahun dari Lucy. Dia baru saja bekerja di perusahaan ayahnya sendiri sebagai wakil CEO.
***
“Kau bertengkar lagi dengan ayahmu ?”tanya Evan di dalam mobil saat mengantar Lucy ke kampus.
“Kau masih bertanya ? sudahlah..aku tidak ingin membahasnya.”
“Kau benar-benar tidak ingin mempunyai ibu lagi ? lihat dirimu...”sahut Evan.
“Heh.. kalau kau masih ingin membahasnya, turunkan aku sekarang ! aku sudah lelah mendengar nasehatmu itu setiap hari.”
“Yayaya... gitu aja marah, turunkan kakimu dari dasbor. Sepatu berlubang dan baumu itu merusak pemandanganku.”jawab Evan mengurai suasana.
“Heh.. sepatuku ini lebih berharga dari emas. Turunkan aku di depan, tidak usah masuk. Aku lelah dengan pertanyaan teman-temanku. ‘Lucy, siapa si tampan yang mengantarmu, dan bla bla bla...’
“Wahhhh... jadi sekarang kau mengakui bahwa aku tampan ya ? hahay.. memang sih..”
“Huekkk.. tunggu sampai kuperlihatkan pria yang kutaksir, dia jauh lebih tampan darimu. Sudah ya, daa...”Lucy sambil menutup pintu mobil.
“Hem...apa dia tidak punya insting kewanitaan ? dia selalu saja menyakiti hatiku. Apa dia tidak bisa tau kalau aku sudah lama menyukainya ?”Evan berbicara sendiri di dalam mobil.
Setelah selesai perkuliahan, Lucy tidak pernah langsung pulang ke rumah tetapi berlatih band terlebih dahulu bersama teman-teman lelakinya. Lebih banyak teman laki-laki Lucy daripada teman perempuannya. Itulah yang terkadang mambuat Evan sedikit cemburu dan mengawasi Lucy. Sore harinya Evan selalu menjemput Lucy dan mengantarkannya pulang ke rumah.
Sampai di rumah, Lucy dan ayahnya kembali membahas hal yang sama seperti tadi pagi. Kali ini menjadi perdebatan yang panjang, kerena Pak William benar-benar memutuskan untuk menikahi sekertarisnya yang bernama Patricia. Lucy benar-benar tidak menyukai Patricia. Sekertaris ayahnya itu seperti seorang penjilat di mata Lucy. Dia sangat pandai merayu Pak William. Lucy meyakini bahwa Patricia ingin menikah dengan ayahnya bukan karena cinta dan kasih sayang, melainkan karna harta ayahnya.
Dari malam itu sampai pagi Lucy tidak mau keluar dari kamarnya. Bahkan dia tidak mau makan sesuap pun dan tidak pergi ke kampus. Di dalam kamarnya ia hanya terus memeluk foto ibunya dan terus menangis. Dia benar-benar tidak rela ibunya akan digantikan oleh seseorang yang sangat dibencinya. Ayahnya terus membujuknya untuk keluar dari kamarnya, tetapi nihil.
“Apa sekarang ini kau sedang demo ? keluarlah.. kau pasti lapar. Aku tau sifatmu.” Teriak Pak William dari balik pintu kamar Lucy. Dan tetap tidak ada jawaban dari dalam.
Pak william sangat mengkhawatirkan Lucy. Tetapi dia juga tidak punya pilihan untuk tidak menikah. Pak william seperti sudah tersihir oleh wanita yang sangat dibenci anaknya itu. Pak William meminta tolong kepada Evan untuk membujuk Lucy. Kemudian Evan datang bak superhero ke rumah Lucy.
“Lucy ! keluarlah... kau bisa sakit kalau kau di dalam terus.” teriak Evan dari balik pintu kamar Lucy. “Apa tidak ada yang ingin kau bicarakan padaku ? ayolah.. buka pintumu.”masih tidak ada jawaban dari Lucy. Evan sejenak berpikir. Kemudian muncul sebuah ide. “Apa kau ingin pergi ke danau yang sering kita kunjungi sewaktu kecil ?”suasana begitu sunyi untuk beberapa detik, tiba-tiba Lucy membuka pintunya. Evan sangat terkejut melihat Lucy. Wajahnya yang bengkak karena semalaman menangis, rambut panjangnya yang berdiri ke atas, bekas air liur yang masih menempel di bibirnya, dan pakaian kusut keriting. Seperti melihat hantu di pagi hari. “Apa kau tidak ingin mencuci muka dan menyikat gigimu terlebih dahulu ?” tanya Evan gagu. Lucy tidak berkata apa-apa dan langsung keluar, masuk ke dalam mobil Evan.
Di dalam mobil, “kruuykkk”terdengar dari perut Lucy.
“Apa kau punya sesuatu yang bisa dimakan ?” tanya Lucy.
“Haist...kau ini sangat menyedihkan ! kau pikir dengan berdemo seperti itu kau bisa mengubah keputusan ayahmu ? kau ini terus saja membuatku khawatir !” teriak Evan memarahi Lucy sambil melemparkan roti ke pangkuan Lucy.
“Kenapa kau malah memarahi ku ! kau tidak tau aku ini sedang sedih ?” sahut Lucy sambil membuka bungkus rotinya.
“Hem...aku benar-benar tidak tahan dengan air liurmu itu, cepat bersihkan ! menjijikkan ! heran..kenapa ada wanita sepertimu ? apa kau tidak malu ?” Evan menggerutu.
“Kenapa harus malu...tidak ada orang lain disini. Lebih baik kau diam, dan perhatikan jalannya agar kita selamat sampai di danau. Jangan marah-marah terus..”jawab Lucy santai sambil memakan rotinya.
“Apa dia tidak pernah menganggapku sebagai pria ?” batin Evan kesal.
Cuaca sangat dingin. Danau biru yang tenang dikelilingi dengan hijaunya pepohonan dan tetumbuhan dapat sedikit menenangkan hati Lucy.
“Dalam cuaca dingin seperti ini, bisa-bisanya kau tidak memakai jaketmu. Kenapa harus buru-buru...?”tanya Evan sambil melepas jaketnya dan memakaikannya ke badan Lucy dan membenahi rambut Lucy yang berantakan.
“Aku hanya tidak ingin melihat ayahku. Aku sangat kecewa padanya.”jawab Lucy.
“Apa kau akan seperti ini terus kepada ayahmu ? dia juga sangat megkhawatirkanmu ketika kau tidak mau keluar dari kamarmu. Dia khawatir kau kenapa-kenapa. Ayahmu lah yang menghubungiku untuk datang ke rumahmu untuk membujukmu.”
“Ayahku tidak seperti ayahku yang dulu. Aku tidak habis pikir, apa yang membuat ayahku jatuh hati kepada wanita ular itu. Apa ayahku sudah melupakan ibuku begitu saja? Huh...hatiku rasanya sudah menjadi abu didalam.”
“Sebegitu kah bencinya kau kepada wanita itu ? apa yang salah darinya ?” tanya Evan heran.
“Kau berkata seperti itu karna kau belum mengenalnya. Dia selalu tersenyum sinis kepadaku seakan mengejek dia telah merebut ayah dariku. Aku yakin, dia hanya ingin menguasai perusahaan ayahku. Aku pun juga khawatir kepada ayahku akan terjadi apa-apa kepadanya nanti.”
“Kalau memang seperti itu, kanapa ayahmu sampai memaksa ingin menikahinya ?”
“Aku tidak tau. Mulut wanita itu sangat pintar.”
“Apa kau ingat ? tempat ini selalu kita datangi setiap libur musim panas sewaktu kecil. Bersama ayah dan ibuku, ayah dan ibumu. Aku sangat merindukan masa itu.”Evan mengalihkan pembicaraan.
“Tentu aku ingat. Tempat ini adalah tempat favorit ibuku. Setiap aku merindukan ibuku, aku selau datang kesini sendiri untuk melepas rinduku.” Jawab Lucy.
“Apa kau sudah merasa lebih baik ?”tanya Evan.
“Ya.”
“Kau mau pulang sekarang ?”
“Aku tidak mau pulang. Maukah kau menemaniku seharian ini ?” rengek Lucy.
“Hari ini kau yang jadi permen karetku.” Jawab Evan meledek dan Lucy tersenyum manis.
“Apa kau mau ke rumahku ? kurasa kau perlu membersihkan badanmu. Hah.. aku terus terbayang air liurmu itu. Sangat mengganggu.” Evan bercanda.
“Apa aku bau ?”
“Ya! Baumu seperti bawang putih !”
Akhirnya, Lucy bersama Evan pergi ke rumah Evan. Hari itu, mereka menghabiskan waktu bersama. Apapun dilakukan Evan untuk membuat Lucy kembali tertawa hari itu. Evan mengajak Lucy ke taman hiburan, membelanjakannya sepatu, baju wanita walaupun harus memaksa, dan makan bersama. Hari itu merupakan hari bagi mereka berdua. Pada hari itu, setelah sekian lama, Lucy baru tersadar ada yang aneh dari perhatian Evan kepadanya. Perasaan Lucy menjadi tidak karuan layaknya orang yang sedang jatuh cinta. Tetapi dia mencoba untuk menahan perasaannya, karena dia selama ini menganggap Evan sebagai kakaknya sendiri. Lucy takut akan menyukai bahkan mencintai Evan.
“Permen karet !”Lucy memanggil Evan yang ada disampingnya saat mereka sedang melihat kembang api.
“Haist ! kau mengagetkanku. Bisakah kau sekali-kali memanggil namaku dengan benar ?”jawab Evan kaget.
“Aku ingin bertanya padamu. Kenapa kau melakukan semua ini padaku ?”
“Apa maksudmu ?”jawab Evan acuh.
“Kenapa kau selalu ada setiap aku dalam kesulitan, kau selalu melindungiku, dan perhatian padaku ? aku baru menyadarinya.”
“Tidak biasanya kau serius seperti ini. Apa kau demam ?” tanya Evan sambil menempelkan tangannya ke dahi Lucy. “Bukankah aku sudah lama melakukannya ? kau baru menyadarinya ? huh...kau membuatku sakit hati. Yah.. aku mengerti, mungkin kau tidak sama denganku.”Evan memberi kode.
“Aku tidak mengerti apa yang kau katakan. Aku hanya bertanya kenapa kau melakukannya !”Lucy mendesak.
“Kenapa aku melakukannya ? em.. itu karena ... kau adalah Lucy.” Evan menyembunyikan perasaannya. Ia belum pernah berani mengutarakan perasaannya kepada Lucy. Karena mereka sudah sangat dekat seperti saudara. Dan Evan takut perasaannya akan merusak hubungan mereka kalau cintanya hanya bertepuk sebelah tangan. “Apa kau mau pulang?” Evan mengalihkan pembicaraan. Lucy hanya cemberut karena kesal.
Pernikahan pak William dan calon istrinya, Patricia, akan benar-benar terjadi. Lucy hanya pasrah dengan keputusan ayahnya. Satu bulan kemudian pesta pernikahan merekapun digelar. Awalnya Lucy benar-benar tidak ingin datang ke pernikahan ayahnya. Tetapi karena bujukan dan nasehat Evan, ia mau datang karena tidak ingin menyinggung perasaan ayahnya. Lucy didandani dengan sangat cantik hari itu. Tidak seperti Lucy yang biasanya. Ayahnya dan semua orang disekeliling Lucy, terutama Evan dibuat terpana akan kecantikannya.
Setelah pernikahan itu, hubungan Lucy dan ayahnya berubah. Mereka menjadi jarang berkomunikasi dan bertatap muka. Lucy menjadi pribadi yang tertutup di rumah. Bahkan dia sering dimarahi ayahnya karena sering bertengkar dengan ibu tirinya. Seperti dugaan Lucy sebelumnya, Patricia memang seorang penjilat seperti ular. Begitu besar bencinya Lucy terhadap ibu tirinya, ia memanggilnya dengan sebutan ‘Step Monster’. Lucy sering diperlakukan tidak baik oleh ibu tirinya saat ayahnya tidak ada. Tetapi apabila ayahnya ada, ia akan berpura-pura sayang kepada Lucy. Tetapi Lucy bukan anak yang lemah, ia selalu melawan ibu tirinya. Terkadang itulah yang membuat Lucy sering dimarahi oleh ayahnya. Sampai suatu hari, masalah terjadi dan membuat Lucy pergi dari rumah. Yah.. itulah yang diinginkan ibu tirinya.
“Yah, apa ayah tau dimana gitarku ?” tanya Lucy.
“Ayah juga tidak tau, ayah kan baru pulang dari kantor. Coba tanya ibumu.”Jawab pak William.
“Ibu ? Setauku ibuku sudah meninggal. Maksud ayah ‘step monster’?”
“Jaga bicaramu Lucy !” Bentak pak William.
“Ada apa mas ? kenapa ribut-ribut ?” Patricia datang pura-pura tidak tahu.
“Apa kau tau gitar Lucy ?”tanya pak William kepada istrinya.
“Gitar ? apa itu gitar Lucy ? ya Tuhan... maafkan aku mas, aku sudah menjualnya ke barang-barang bekas. Astaga.. maafkan aku Lucy. Aku benar-benar tidak tau, karena awalnya gitar itu sudah ada di gudang. Aku benar-benar menyesal, aku akan mencarinya lagi jika kau menyuruhku.”Patricia berakting.
“Apa kau gila ! beraninya kau menjual barang pribadiku ! jelas-jelas gitar itu selalu ada di kamarku. Pasti kau sengaja melakukannya ! dasar monster !” Lucy marah.
“Cukup Lucy ! itukan hanya gitar, ayah bisa membelikanmu yang baru.” Teriak pak William.
“Apa ? apa ayah sudah lupa ? Gitar itu pemberian dari ibu sebagai kado ulang tahun terakhir dari ibu, yah... hh..sebegitu cepatkah ayah melupakan ibu ? Lucy benar-benar kecewa dengan sikap ayah.”jelas Lucy sambil menangis.
“Maafkan ayah Lucy. Mungkin ibumu memang melakukan kesalahan, tapi maafkan lah dia untuk kali ini.”pinta pak William.
“Sudah cukup ! jangan sampai ayah menyebut monster ini sebagai ibuku lagi ! karena sampai kapanpun dia tidak akan pernah menjadi ibuku ! terus saja ayah membela wanita ular ini ! aku sudah tidak tahan, lebih baik aku pergi dari rumah ini !” teriak Lucy. Lucy langsung pergi ke kamarnya dan mengemasi barang-barangnya.
“Bagaimana ini mas ? ini semua salahku. Aku akan membujuknya.”kata Patricia.
“Sudahlah..paling setelah 3 hari dia akan kembali pulang.” Jawab pak William.
Patricia yang katanya akan membujuk Lucy untuk tidak pergi, melakukan hal yang sebaliknya.
“Aku tau kau melakukannya dengan sengaja untuk menyingkirkanku dari rumah ini. Kau jangan besar kepala karena semua pelayan di rumah ini memanggilmu dengan sebutan ‘nyonya’. Kau tidak akan pernah menjadi nyonya William dan tidak akan mendapatkan apapun dari keluargaku. Tidak akan aku biarkan monster sepertimu merusak keluargaku. Tunggu sampai aku menyingkirkanmu !” tegas Lucy saat ibu tirinya menghampirinya saat sedang berkemas di kamar.
“Ya, aku memang sengaja melakukannya,  dan ku pikir... bukankah aku yang sudah menyingkirkanmu ? ini baru awal, tunggu sampai ayahmu memiliki anak dariku. Kau benar-benar akan tersingkir dari keluargamu sendiri!” sahut Patricia menantang sambil tersenyum sinis.
“Hah ! kau pikir aku akan tinggal diam ?”tegas Lucy, lalu pergi.
Lucy benar-benar pergi dari rumahnya. Ayahnya juga membiarkannya pergi, karena ayahnya berpikir bahwa Lucy tidak akan bertahan setelah beberapa hari. Lucy menyewa kamar kos-kosan yang dekat dengan kampusnya untuk ditinggalinya. Dia bekerja paruh waktu di sebuah kafe kopi untuk memenuhi kebutuhan jajannya. Ayahnya sangat mengkhawatirkan Lucy, karena tidak seperti yang disangka ayahnya, Lucy benar-benar tinggal sendiri dan tidak mau kembali ke rumah sebelum Patricia pergi dari rumahnya.
Beberapa bulan Lucy tinggal sendiri di kamar kos kecilnya. Pak William selalu mendapat laporan tentang keadaan Lucy dari Evan. Suatu ketika, Lucy harus membayar uang sewa kosnya tetapi ia tidak mempunyai uang karena gajinya masih diterima beberapa minggu lagi. Suatu malam, ia meminta bertemu dengan Evan dengan maksud meminjam uang.
“Apa kau sekarang sudah benar-benar miskin ?” tanya Evan bercanda.
“Kau mau meminjamkannya atau tidak ? kalau tidak juga tidak apa-apa, aku bisa mencari pinjaman lain.” Jawab Lucy kesal.
“Berikan nomor rekeningmu !” sahut Evan. “Apa kau tidak mau kembali ke rumah ? ayahmu sangat mengkhatirkanmu.”
“Aku tidak akan kembali sebelum ‘step monster’ itu pergi. Kau sudah tau kan kalau dia benar-benar akan menyingkirkanku dari keluargaku sendiri. Aku harus mencari cara untuk menyingkirkannya terlebuh dahulu. Aku khawatir, pasti dia juga merencanakan sesuatu pada ayahku.”jelas Lucy.
Saat mereka berdua sedang berjalan pulang menuju rumah Lucy, tiba-tiba ada seorang pengendara sepeda motor yang bermaksud menabarak Lucy. Namun dengan cepat Evan menarik Lucy dan melindunginya dari tabrakan. Pengendara itu langsung pergi setelah rencananya gagal. Saat itu, Lucy tidak berpikir apa-apa. Dia hanya berpikir bahwa itu hanya ulah seorang berandalan. Namun Evan berpikir lain, ia curiga bahwa memang ada seseorang yang ingin mencelakakan Lucy. Pagi harinya, Evan kembali ke rumah Lucy dengan maksud mengantarkan Lucy ke kampus. Evan sangat khawatir, kejadian semalam akan terulang lagi.
“Heh permen karet! aku ini bukan anak SD yang harus diantarkan walinya. Kampusku itu dekat, tinggal berjalan kaki aku sudah sampai, kenapa kau ini ribut sekali ! hem ?”Lucy kesal.
“Kau tidak ingat kejadian semalam ? sepertinya ada orang yang ingin mencelakakanmu.” Jawab Evan.
“Aku bisa menjaga diriku sendiri, jadi jangan khawatir, oke ? lagi pula kau harus bekerja. Bukan berarti kau anak dari ayahmu, kau bisa seenaknya sendiri seperti itu..” sahut Lucy.
Meskipun dilarang oleh Lucy, tanpa sepengetahuannya, Evan terus mengikutinya dari belakang. Ditengah perjalanan, sesuatu yang dikhawatirkan Evan bbenar-benar terjadi. Saat Lucy sedang berjalan di trotoar, ada seorang laki-laki dengan wajah tertutup mendorong Lucy ke jalan. Pada waktu yang sama, ada mobil yang melaju dari belakang Lucy dimana ia terjatuh. Evan yang melihat langsung sigap dan menghalangi agar mobil itu tidak menabrak Lucy. Namun akhirnya, Evan yang tertabrak dan mengalami luka di bagian kepala dan patah tulang di bagian tangan. Evan pun langsung dibawa ke rumah sakit. Lucy merasa sangat bersalah, ia terus menemani Evan di rumah sakit.
“Evan...bangunlah... harusnya aku yang tertabrak mobil itu dan terluka seprti ini. Kenapa kau melakukannya ?  Kumohon bangunlah..kumohon...bahkan aku belum mengatakan bahwa aku mencintaimu..aku mencintaimu kak...”Lucy terus menangis disamping Evan. Evan yang sudah tersadar, berpura-pura memejamkan matanya sambil tersenyum girang.
“Kau pikir aku akan mati ?”Evan tiba-tiba. Lucy pun terkejut.
“Kau sudah sadar ? apa perlu ku panggil dokter kesini ? apa kau merasa sakit ? bagian mana yang sakit ?” Lucy terus melempar pertanyaan.
“Sebegitukah kau mengkhawatirkanku ? aku baik-baik saja.”jawan Evan penuh kedewasaan sambil tersenyum. “Aku juga mencintaimu.” Evan tiba-tiba.
“Hah ?” Lucy terkejut.
“Aku mendengar semua yang kau katakan. Bahkan aku sudah lama menyimpan perasaanku. Aku lebih mencintaimu.”Evan terus menggenggam tangan Lucy. Lucy hanya memandang dengan tatapan kosong dan merasa sangat malu dengan apa yang semua telah ia katakan.
“Wah... leganya mengatakan semua yang telah kusimpan sangat lama.” Kata Evan sambil mengelus dadanya sendiri.
Sejak saat itu, Lucy dan Evan mulai menjalani hubungan sebagai sepasang kekasih.
Pak William (ayah Lucy) mencurigai Patricia bahwa dialah yang ingin mencelakaakan Lucy. Pasalnya ia pernah memergokinya sedang menghubungi seseorang dimana dia mengatakan bahwa ia sudah membayarnya banyak tetapi ia terlihat marah karna sesuatu yang diinginkannya gagal. Sejak saat itu, sikap Pak William terhadap istrinya berubah.
***
Tiga tahun berlalu. Hubungan pak William dan istrinya (Patricia) berubah. Pak William mulai mengabaikan istrinya yang lama kelamaan mulai menampakkan sifatnya yang sebenarnya. Sejak saat itu, Patricia mulai menyadari bahwa ia sudah dicurugai oleh suaminya sendiri. Patricia mulai merencanakan sesuatu untuk menyingkirkan suaminya sendiri. Ia menyewa seseorang lagi untuk mencelakaan Pak William.
Mobil yang biasa dipakai oleh Pak William untuk pergi ke kantor disabotase oleh orang suruhan istrinya sendiri. Akhirnya pak William mengalami kecelakaan hebat dalam perjalanannya ke kantor. Pak William mengalami koma karna luka di kepalanya. Tidak seperti yang diinginkan oleh Patricia yang menginginkan Pak William mati. Patricia dengan sengaja tidak memberitahukan berita tentang kecelakaan ayahnya kepada Lucy. Setelah tiga hari, Lucy baru mengetahuinya dari Evan.
Setelah Lucy mendengar kecelakaan ayahnya, Lucy langsung pergi ke rumah sakit tempat ayahnya dirawat. Sebelumnya Lucy belum mengetahui bahwa ayahnya mengalami koma. Setelah sampai di rumah sakit, Lucy langsung masuk ke ruang dimana ayahnya dirawat. Lucy heran, sebelum masuk ke kamar ayahnya, ia diharuskan memakai baju steril berwarna hijau. Dan hanya dua orang yang diperbolehkan masuk ke ruangan dingin itu. Lucy sangat ketakutan masuk ke ruangan dingin itu. Suasana begitu sunyi. Setelah sampai di dalam ruangan, terdengar bunyi-bunyi mesin medis yang mungkin apabila terus didengar akan dapat membuat seseorang merasa tertekan. Di dalam ruang tersebut, ada beberapa pasien lain. Pak William terbaring tepat berada sekitar lima meter di hadapan Lucy. Namun Lucy dalam pandangan kosongnya menengok kanan dan kiri mencari ayahnya. Setelah Evan menunjukkan dimana tempat ayahnya berbaring, ia sangat kaget karna ia tidak mengenali ayahnya. Terdapat kabel dan selang-selang medis yang menempel di tubuh ayahnya. TV kecil yang mendeteksi jantung, tekanan darah dan kadar oksigen yang biasanya dilihatnya di dalam film, sekarang tersambung ke tubuh ayahnya. Bahkan terdapat selang kecil yang dimasukkan ke dalam kepala ayahnya. Lucy tidak berkata apa-apa, tangisnya langsung pecah tak dapat dihentikan. Evan yang ada disampingnya langsung memeluk Lucy menenangkan. Lucy tidak dapat menghentikan tangisannya, bahkan ia tidak dapat berkata apapun dan tidak sanggup melihat kondisi ayahnya. Ia terus memalingkan wajahnya di pelukan Evan.
“Tenanglah Lucy, tidak usah Khawatir, ayahmu akan baik-baik saja. Lihat ayahmu ! kau tidak perlu takut. Meskipun ayahmu terlihat seperti orang yang sedang tidur, ia dapat mendengar semua yang kau katakan. Ayahmu pasti senang kau datang. Coba katakan sesuatu kepada ayahmu. Genggam tangan ayahmu, dia sangat merindukanmu.” Evan menenangkan.
Lucy menggenggam tangan ayahnya. Pak William menggenggam tangan Lucy dengan sangat erat. Dalam tidurnya, Pak William berjuang untuk melawan rasa sakit yang dialaminya. Ia terus menggenggam erat tangan Lucy. Sesaat ia seperti menggerakkan bola matanya ke kanan dan kiri seperti ingin membuka matanya tetapi tidak bisa. Pak William sangat merindukan Lucy. Genggamannya semakin kuat seakan Lucy tidak boleh pergi dari tempat itu. Lucy tidak bisa mengatakan sapatah kata pun. Ia hanya berdoa dalam hatinya untuk kesembuhan ayahnya. Lucy masih tidak menyangka hal itu benar-benar terjadi. Ia masih berharap bahwa itu hanyalah sebuah mimpi buruk dalam tidurnya.
Jam besuk ayahnya berakhir dan Lucy harus meninggalkan ayahnya di ruangan dingin itu bersama dokter dan perawat yang menjaganya.
“Kenapa kau baru memberitahuku sekarang ?” tanya Lucy kepada Evan.
“Aku juga baru tahu dan langsung memberitahumu. Itu pun aku tahu dari pegawaiku. Aku bertanya hal yang sama kepada ibu tirimu, dia mengatakan bahwa ia tidak ingin ujian skripsimu terganggu karena keadaan ayahmu.”
“Apa dalam keadaan seperti ini skripsiku menjadi hal yang penting. Apa kau tau penyebab kecelakaan ayahku ?”sahut Lucy sambil terus menangis.
“Mobil ayahmu mengalami rem blong. Sementara itu yang dikatakan kepolisian.”
“Mobil itu rutin diperiksa, mustahil !”
“Tenanglah Lucy, ayahmu pasti akan baik-baik saja. Sekarang kau hanya perlu fokus pada kesembuhan ayahmu dan berdoa untuknya.”Evan menenangkan sambil memeluk Lucy yang terus menangis.
Satu bulan berlalu, ayah Lucy masih dirawat di rumah sakit dalam keadaan koma. Patricia merasa sedang melayang-layang di udara, tetapi ia masih belum puas karena pak William belum mati. Suatu hari saat Lucy sedang tidak menjaga ayahnya, Patricia berkesempatan untuk mengganggu ayahnya. Seakan rencana jahatnya tidak pernah habis, ia membuat tekanan darah pak William meningkat dan menganggu kerja jantungnya.
“Kau seharusnya mati dalam kecelakaan itu ! dengan begitu, hartamu jatuh ke tanganku. Setelah ini aku akan melakukan hal yang sama sepertimu kepada Lucy. Kau memang bodoh mempercayaiku. Kau pikir aku mau menikah dengan tua bangka sepertimu ?”Patricia dengan sengaja membuat tekanan darah pak William meningkat karena dalam keadaan komanya, pak William dapat mendengar semua yang Patricia katakan kepadanya. Alat pendeteksi tekanan darahnya pun berbunyi. Tekanan darahnya benar-benar diatas batas normal. Jantungnya berdetak kencang. Tiba-tiba pak William mengalami serangan jantung. Dokter pun datang untuk menolong. Lucy yang baru datang bersama Evan terkejut melihat ayahnya. Lucy, Evan, dan Patricia yang saat itu berada di dalam ruangan disuruh untuk keluar dari ruangan. Dokter-dokter sedang berusaha untuk menyelamatkan pak William.
Diluar ruangan Lucy terus memanjatkan doa untuk ayahnya. Ia tak bisa membendung air mata yang terus keluar dari matanya. Kali ini Evan pun ikut tidak bisa menahan rasa khawatirnya. Patricia yang ikut berada disana hanya berharap agar pak William mati. Karna dialah yang membuat pak William celaka.
“Bagaimana keadaan ayah saya dokter ? apa dia baik-baik saja dokter ?” tanya Lucy tergesa setelah dokter keluar dari ruangan.
“Maafkan kami, kami sudah berusaha dengan semua kemampuan kami, tetapi Pak William tidak dapat kami selamatkan.”
Bumi seakan berhenti berputar. Dengan pandangan kosong, Lucy menjatuhkan badannya ke lantai. Badannya tidak dapat digerakkan. Tangisnya pecah tak dapat dibendung. Ia terus memanggil ayahnya. Evan memeluknya erat ikut menangis. Selama berjam-jam Patricia menangis dilorong sunyi itu. Patricia yang berada disana ikut menengis, tetapi dalam hatinya ia sangat berbahagia atas kematian suaminya.
Beberapa hari berlalu setelah pemakaman pak William. Pengacara pak William dimana juga sebagai pengacara Lucy datang ke rumah Lucy untuk memberikan surat wasiat yang telah ditulis pak William sebelum ia meninggal. Patricia pun ikut berada disana untuk mendengar isi wasiatnya. Surat itu berisi bahwa semua harta yang dimiliki pak William diberikan kepada Lucy. Bahkan Patricia tidak mendapat sepeserpun dari harta pak William. Karena surat itu ditulis setelah pak William mengetahui apa yang telah dilakukan Patricia kepada Lucy. Patricia marah dan tidak terima. Lucy sudah mengetahui bahwa kematian ayahnya adalah perbuatan Patricia. Disitu Lucy mangatakan ia tidak akan menuntutnya dijalur hukum. Namun Patricia harus pergi dari rumahnya dan memutus hubungannya sebagai ibu. Bahkan ia mengatakan agar Patricia tidak muncul lagi dihadapannya. Disitu Patricia seperti dihajar habis-habisan. Kali ini, ia benar-benar mendapat balasan atas apa yang telah ia lakukan.
Lucy yang baru saja lulus dari kuliahnya langsung menggantikan ayahnya memimpin perusahaan. Lucy tidak sendiri karna ia didampingi Evan untuk membantunya. Awalnya, Lucy diragukan oleh para pemegang saham, karena ia masih terlalu muda dan belum berpengalaman memimpin sebuah perusahaan. Namun Lucy membuktikan, ia dapat memajukan perusaan ayahnya dan mendapat kepercayaan.
~ The End ~

poetry



Jono Yang Hilang

Jono, kucari, kucari!
Rambut: Gelap. Bibir: Merah tebal.
Usia: Enam ribu dua ratus lima hari
Pekerjaan: Tidak ada atau, “menghilang.”

Jono, kemana kau sembunyi?
Mengapa kau sembunyi sayang?
Aku bicara dalam bayang misteri, berjalan dalam teka-teki,
aku tak bisa keluar, kata angin yang bertiup

Jono, kemana kau menghilang?
Apa kau naik karpet terbang?
Apakah kau suka flanel warna terang sekarang?
Dimana kau memarkir cintaku sayang?

Oh, Jono, musiknya bikin meriang
Apa kau berdansa, sayang?
Jono, siapakah idolamu sekarang?
Masihkah wanita bergaun merah jambu dan melompat lompat.
keduanya bercelana usang, berkaos belang, aku disudut, meradang

Jonoku, kebodohanku, matanya menipu,
Dan tak pernah terpejam saat menatap.
Nona, dari kota manakah engkau?
Taukah engkau abon?
Itu nama makanan dari sapi.


Jono kini aku sekarat
Nyaris mati karena sesal dan benci
Tinjuku yang berbulu coba kuangkat
Kudengar kau menyesal lagi


Itu mereka…
Dalam rintik hujan, di toko yang lampunya menyala!
Jeansnya dekil, dan amat kucinta,
Jono Subagyo, itulah namanya.

Itu mereka…
Jono dan kekasihnya!
Kuangkat kepalaku, dan mengikuti mereka.
Hanya kecemburuan yang menyelimutiku

*inspired from a great novel