LUCY
Pagi yang cerah. Lucy meletakkan pisau selainya
dengan tiba-tiba, setelah didengarkannya ayahnya yang ingin menikah lagi.
“Roti gosong lagi ?” tanya Pak William, ayah
Lucy.
“Rotinya tidak segosong yang kemarin kan yah
? aku rasa aku mengalami kemajuan. Aku akan terus membuatkan sarapan untuk ayah
setiap paginya sampai masakanku berhasil. Supaya ayah tidak merengek lagi untuk
menikahi sekertaris ayah itu. Karena aku bisa mengurus ayahku dengan sangat
baik.” Sahut Lucy.
“Dengan roti gosong atau pancake gosong
setiap pagi ? ayolah Lucy ... ada yang harus mengurusku dan mengurusmu. Lihat
ayah, lihat dirimu.”
“Yah ! apa aku tidak cukup untuk ayah ? ayah
hanya perlu bersabar, lama-lama roti ini juga tidak akan gosong lagi yah... dan
aku tidak perlu pengurus, karna aku bisa mengurus diriku sendiri !”
“Ini bukan hanya soal roti Lucy.”jawab Pak
William sambil menatap dandanan anaknya yang compang camping seperti anak yang
tidak terurus. “Huh ! dengar ...”belum selesai bicara.
“Cukup yah ! apa ayah tidak mengerti
perasaanku ? sampai kapan pun tidak akan ada yang bisa menggantikan ibu
!”bentak Lucy.
Suara klakson mobil terdengar dari depan
rumah. “Kurasa pengawal suruhan ayah sudah datang, aku berangkat.”
“Lucy ! kau harus memanggil Evan dengan sebutan‘kakak’,
dia itu lebih tua 5 tahun darimu.” Teriak ayahnya.
“Masa bodo !” Lucy menggerutu sambil berjalan
keluar rumah.
***
Sudah 3 tahun setelah ibu Lucy meninggal saat
melahirkan adik laki-lakinya. Dan setelah beberapa hari adiknya menyusul
ibunya. Lucy sekarang duduk di bangku universitas. Lucy adalah anak yang berparas
cantik tapi tomboy, cuek, dan pemalas, tetapi sebenarnya dia adalah anak yang
pandai. Tingkah lakunya seperti anak laki-laki. Dia sangat mencintai musik.
Sebenarnya ia tidak suka dengan kuliah yang diambilnya, yaitu bisnis. Semua
karna permintaan ayahnya. Ayahnya berharap Lucy dapat meneruskan perusahaan
ayahnya.
Bisa dibilang, Evan adalah sahabat Lucy dari
kecil. Mereka sudah seperti saudara. Evan adalah anak dari rekan kerja ayah
Lucy. Sejak ibu Lucy meninggal, Evan selalu ada disisi Lucy seperti kakaknya
sendiri. Dimana ada Lucy, pasti ada Evan. Semua itu karna ayah Lucy yang selalu
berpesan kepada Evan untuk melindungi Lucy. Lucy selalu memanggil Evan dengan
sebutan ‘pemen karet’. Mereka berdua sangat akrab karena sudah mengenal dari
kecil. Evan adalah anak yang tampan, baik, dewasa, sabar, dan bijaksana. Dia
selalu membantu Lucy di setiap kesulitannya. Evan lebih tua 5 tahun dari Lucy.
Dia baru saja bekerja di perusahaan ayahnya sendiri sebagai wakil CEO.
***
“Kau bertengkar lagi dengan ayahmu ?”tanya
Evan di dalam mobil saat mengantar Lucy ke kampus.
“Kau masih bertanya ? sudahlah..aku tidak
ingin membahasnya.”
“Kau benar-benar tidak ingin mempunyai ibu
lagi ? lihat dirimu...”sahut Evan.
“Heh.. kalau kau masih ingin membahasnya,
turunkan aku sekarang ! aku sudah lelah mendengar nasehatmu itu setiap hari.”
“Yayaya... gitu aja marah, turunkan kakimu
dari dasbor. Sepatu berlubang dan baumu itu merusak pemandanganku.”jawab Evan
mengurai suasana.
“Heh.. sepatuku ini lebih berharga dari emas.
Turunkan aku di depan, tidak usah masuk. Aku lelah dengan pertanyaan
teman-temanku. ‘Lucy, siapa si tampan yang mengantarmu, dan bla bla bla...’
“Wahhhh... jadi sekarang kau mengakui bahwa
aku tampan ya ? hahay.. memang sih..”
“Huekkk.. tunggu sampai kuperlihatkan pria
yang kutaksir, dia jauh lebih tampan darimu. Sudah ya, daa...”Lucy sambil
menutup pintu mobil.
“Hem...apa dia tidak punya insting kewanitaan
? dia selalu saja menyakiti hatiku. Apa dia tidak bisa tau kalau aku sudah lama
menyukainya ?”Evan berbicara sendiri di dalam mobil.
Setelah selesai perkuliahan, Lucy tidak pernah
langsung pulang ke rumah tetapi berlatih band terlebih dahulu bersama
teman-teman lelakinya. Lebih banyak teman laki-laki Lucy daripada teman
perempuannya. Itulah yang terkadang mambuat Evan sedikit cemburu dan mengawasi
Lucy. Sore harinya Evan selalu menjemput Lucy dan mengantarkannya pulang ke
rumah.
Sampai di rumah, Lucy dan ayahnya kembali
membahas hal yang sama seperti tadi pagi. Kali ini menjadi perdebatan yang
panjang, kerena Pak William benar-benar memutuskan untuk menikahi sekertarisnya
yang bernama Patricia. Lucy benar-benar tidak menyukai Patricia. Sekertaris
ayahnya itu seperti seorang penjilat di mata Lucy. Dia sangat pandai merayu Pak
William. Lucy meyakini bahwa Patricia ingin menikah dengan ayahnya bukan karena
cinta dan kasih sayang, melainkan karna harta ayahnya.
Dari malam itu sampai pagi Lucy tidak mau
keluar dari kamarnya. Bahkan dia tidak mau makan sesuap pun dan tidak pergi ke
kampus. Di dalam kamarnya ia hanya terus memeluk foto ibunya dan terus
menangis. Dia benar-benar tidak rela ibunya akan digantikan oleh seseorang yang
sangat dibencinya. Ayahnya terus membujuknya untuk keluar dari kamarnya, tetapi
nihil.
“Apa sekarang ini kau sedang demo ?
keluarlah.. kau pasti lapar. Aku tau sifatmu.” Teriak Pak William dari balik
pintu kamar Lucy. Dan tetap tidak ada jawaban dari dalam.
Pak william sangat mengkhawatirkan Lucy. Tetapi
dia juga tidak punya pilihan untuk tidak menikah. Pak william seperti sudah
tersihir oleh wanita yang sangat dibenci anaknya itu. Pak William meminta
tolong kepada Evan untuk membujuk Lucy. Kemudian Evan datang bak superhero ke
rumah Lucy.
“Lucy ! keluarlah... kau bisa sakit kalau kau
di dalam terus.” teriak Evan dari balik pintu kamar Lucy. “Apa tidak ada yang
ingin kau bicarakan padaku ? ayolah.. buka pintumu.”masih tidak ada jawaban
dari Lucy. Evan sejenak berpikir. Kemudian muncul sebuah ide. “Apa kau ingin
pergi ke danau yang sering kita kunjungi sewaktu kecil ?”suasana begitu sunyi
untuk beberapa detik, tiba-tiba Lucy membuka pintunya. Evan sangat terkejut
melihat Lucy. Wajahnya yang bengkak karena semalaman menangis, rambut panjangnya
yang berdiri ke atas, bekas air liur yang masih menempel di bibirnya, dan
pakaian kusut keriting. Seperti melihat hantu di pagi hari. “Apa kau tidak
ingin mencuci muka dan menyikat gigimu terlebih dahulu ?” tanya Evan gagu. Lucy
tidak berkata apa-apa dan langsung keluar, masuk ke dalam mobil Evan.
Di dalam mobil, “kruuykkk”terdengar dari
perut Lucy.
“Apa kau punya sesuatu yang bisa dimakan ?”
tanya Lucy.
“Haist...kau ini sangat menyedihkan ! kau
pikir dengan berdemo seperti itu kau bisa mengubah keputusan ayahmu ? kau ini
terus saja membuatku khawatir !” teriak Evan memarahi Lucy sambil melemparkan
roti ke pangkuan Lucy.
“Kenapa kau malah memarahi ku ! kau tidak tau
aku ini sedang sedih ?” sahut Lucy sambil membuka bungkus rotinya.
“Hem...aku benar-benar tidak tahan dengan air
liurmu itu, cepat bersihkan ! menjijikkan ! heran..kenapa ada wanita sepertimu
? apa kau tidak malu ?” Evan menggerutu.
“Kenapa harus malu...tidak ada orang lain
disini. Lebih baik kau diam, dan perhatikan jalannya agar kita selamat sampai
di danau. Jangan marah-marah terus..”jawab Lucy santai sambil memakan rotinya.
“Apa dia tidak pernah menganggapku sebagai
pria ?” batin Evan kesal.
Cuaca sangat dingin. Danau biru yang tenang
dikelilingi dengan hijaunya pepohonan dan tetumbuhan dapat sedikit menenangkan
hati Lucy.
“Dalam cuaca dingin seperti ini, bisa-bisanya
kau tidak memakai jaketmu. Kenapa harus buru-buru...?”tanya Evan sambil melepas
jaketnya dan memakaikannya ke badan Lucy dan membenahi rambut Lucy yang
berantakan.
“Aku hanya tidak ingin melihat ayahku. Aku
sangat kecewa padanya.”jawab Lucy.
“Apa kau akan seperti ini terus kepada ayahmu
? dia juga sangat megkhawatirkanmu ketika kau tidak mau keluar dari kamarmu. Dia
khawatir kau kenapa-kenapa. Ayahmu lah yang menghubungiku untuk datang ke
rumahmu untuk membujukmu.”
“Ayahku tidak seperti ayahku yang dulu. Aku
tidak habis pikir, apa yang membuat ayahku jatuh hati kepada wanita ular itu.
Apa ayahku sudah melupakan ibuku begitu saja? Huh...hatiku rasanya sudah
menjadi abu didalam.”
“Sebegitu kah bencinya kau kepada wanita itu
? apa yang salah darinya ?” tanya Evan heran.
“Kau berkata seperti itu karna kau belum
mengenalnya. Dia selalu tersenyum sinis kepadaku seakan mengejek dia telah
merebut ayah dariku. Aku yakin, dia hanya ingin menguasai perusahaan ayahku.
Aku pun juga khawatir kepada ayahku akan terjadi apa-apa kepadanya nanti.”
“Kalau memang seperti itu, kanapa ayahmu
sampai memaksa ingin menikahinya ?”
“Aku tidak tau. Mulut wanita itu sangat
pintar.”
“Apa kau ingat ? tempat ini selalu kita
datangi setiap libur musim panas sewaktu kecil. Bersama ayah dan ibuku, ayah
dan ibumu. Aku sangat merindukan masa itu.”Evan mengalihkan pembicaraan.
“Tentu aku ingat. Tempat ini adalah tempat
favorit ibuku. Setiap aku merindukan ibuku, aku selau datang kesini sendiri
untuk melepas rinduku.” Jawab Lucy.
“Apa kau sudah merasa lebih baik ?”tanya
Evan.
“Ya.”
“Kau mau pulang sekarang ?”
“Aku tidak mau pulang. Maukah kau menemaniku
seharian ini ?” rengek Lucy.
“Hari ini kau yang jadi permen karetku.”
Jawab Evan meledek dan Lucy tersenyum manis.
“Apa kau mau ke rumahku ? kurasa kau perlu
membersihkan badanmu. Hah.. aku terus terbayang air liurmu itu. Sangat
mengganggu.” Evan bercanda.
“Apa aku bau ?”
“Ya! Baumu seperti bawang putih !”
Akhirnya, Lucy bersama Evan pergi ke rumah
Evan. Hari itu, mereka menghabiskan waktu bersama. Apapun dilakukan Evan untuk
membuat Lucy kembali tertawa hari itu. Evan mengajak Lucy ke taman hiburan,
membelanjakannya sepatu, baju wanita walaupun harus memaksa, dan makan bersama.
Hari itu merupakan hari bagi mereka berdua. Pada hari itu, setelah sekian lama,
Lucy baru tersadar ada yang aneh dari perhatian Evan kepadanya. Perasaan Lucy
menjadi tidak karuan layaknya orang yang sedang jatuh cinta. Tetapi dia mencoba
untuk menahan perasaannya, karena dia selama ini menganggap Evan sebagai
kakaknya sendiri. Lucy takut akan menyukai bahkan mencintai Evan.
“Permen karet !”Lucy memanggil Evan yang ada
disampingnya saat mereka sedang melihat kembang api.
“Haist ! kau mengagetkanku. Bisakah kau
sekali-kali memanggil namaku dengan benar ?”jawab Evan kaget.
“Aku ingin bertanya padamu. Kenapa kau
melakukan semua ini padaku ?”
“Apa maksudmu ?”jawab Evan acuh.
“Kenapa kau selalu ada setiap aku dalam
kesulitan, kau selalu melindungiku, dan perhatian padaku ? aku baru
menyadarinya.”
“Tidak biasanya kau serius seperti ini. Apa
kau demam ?” tanya Evan sambil menempelkan tangannya ke dahi Lucy. “Bukankah
aku sudah lama melakukannya ? kau baru menyadarinya ? huh...kau membuatku sakit
hati. Yah.. aku mengerti, mungkin kau tidak sama denganku.”Evan memberi kode.
“Aku tidak mengerti apa yang kau katakan. Aku
hanya bertanya kenapa kau melakukannya !”Lucy mendesak.
“Kenapa aku melakukannya ? em.. itu karena
... kau adalah Lucy.” Evan menyembunyikan perasaannya. Ia belum pernah berani
mengutarakan perasaannya kepada Lucy. Karena mereka sudah sangat dekat seperti
saudara. Dan Evan takut perasaannya akan merusak hubungan mereka kalau cintanya
hanya bertepuk sebelah tangan. “Apa kau mau pulang?” Evan mengalihkan
pembicaraan. Lucy hanya cemberut karena kesal.
Pernikahan pak William dan calon istrinya,
Patricia, akan benar-benar terjadi. Lucy hanya pasrah dengan keputusan ayahnya.
Satu bulan kemudian pesta pernikahan merekapun digelar. Awalnya Lucy
benar-benar tidak ingin datang ke pernikahan ayahnya. Tetapi karena bujukan dan
nasehat Evan, ia mau datang karena tidak ingin menyinggung perasaan ayahnya.
Lucy didandani dengan sangat cantik hari itu. Tidak seperti Lucy yang biasanya.
Ayahnya dan semua orang disekeliling Lucy, terutama Evan dibuat terpana akan
kecantikannya.
Setelah pernikahan itu, hubungan Lucy dan
ayahnya berubah. Mereka menjadi jarang berkomunikasi dan bertatap muka. Lucy
menjadi pribadi yang tertutup di rumah. Bahkan dia sering dimarahi ayahnya
karena sering bertengkar dengan ibu tirinya. Seperti dugaan Lucy sebelumnya,
Patricia memang seorang penjilat seperti ular. Begitu besar bencinya Lucy
terhadap ibu tirinya, ia memanggilnya dengan sebutan ‘Step Monster’. Lucy
sering diperlakukan tidak baik oleh ibu tirinya saat ayahnya tidak ada. Tetapi
apabila ayahnya ada, ia akan berpura-pura sayang kepada Lucy. Tetapi Lucy bukan
anak yang lemah, ia selalu melawan ibu tirinya. Terkadang itulah yang membuat
Lucy sering dimarahi oleh ayahnya. Sampai suatu hari, masalah terjadi dan
membuat Lucy pergi dari rumah. Yah.. itulah yang diinginkan ibu tirinya.
“Yah, apa ayah tau dimana gitarku ?” tanya
Lucy.
“Ayah juga tidak tau, ayah kan baru pulang dari
kantor. Coba tanya ibumu.”Jawab pak William.
“Ibu ? Setauku ibuku sudah meninggal. Maksud
ayah ‘step monster’?”
“Jaga bicaramu Lucy !” Bentak pak William.
“Ada apa mas ? kenapa ribut-ribut ?” Patricia
datang pura-pura tidak tahu.
“Apa kau tau gitar Lucy ?”tanya pak William
kepada istrinya.
“Gitar ? apa itu gitar Lucy ? ya Tuhan...
maafkan aku mas, aku sudah menjualnya ke barang-barang bekas. Astaga.. maafkan
aku Lucy. Aku benar-benar tidak tau, karena awalnya gitar itu sudah ada di
gudang. Aku benar-benar menyesal, aku akan mencarinya lagi jika kau
menyuruhku.”Patricia berakting.
“Apa kau gila ! beraninya kau menjual barang
pribadiku ! jelas-jelas gitar itu selalu ada di kamarku. Pasti kau sengaja
melakukannya ! dasar monster !” Lucy marah.
“Cukup Lucy ! itukan hanya gitar, ayah bisa
membelikanmu yang baru.” Teriak pak William.
“Apa ? apa ayah sudah lupa ? Gitar itu
pemberian dari ibu sebagai kado ulang tahun terakhir dari ibu, yah...
hh..sebegitu cepatkah ayah melupakan ibu ? Lucy benar-benar kecewa dengan sikap
ayah.”jelas Lucy sambil menangis.
“Maafkan ayah Lucy. Mungkin ibumu memang
melakukan kesalahan, tapi maafkan lah dia untuk kali ini.”pinta pak William.
“Sudah cukup ! jangan sampai ayah menyebut
monster ini sebagai ibuku lagi ! karena sampai kapanpun dia tidak akan pernah
menjadi ibuku ! terus saja ayah membela wanita ular ini ! aku sudah tidak
tahan, lebih baik aku pergi dari rumah ini !” teriak Lucy. Lucy langsung pergi
ke kamarnya dan mengemasi barang-barangnya.
“Bagaimana ini mas ? ini semua salahku. Aku
akan membujuknya.”kata Patricia.
“Sudahlah..paling setelah 3 hari dia akan
kembali pulang.” Jawab pak William.
Patricia yang katanya akan membujuk Lucy
untuk tidak pergi, melakukan hal yang sebaliknya.
“Aku tau kau melakukannya dengan sengaja untuk
menyingkirkanku dari rumah ini. Kau jangan besar kepala karena semua pelayan di
rumah ini memanggilmu dengan sebutan ‘nyonya’. Kau tidak akan pernah menjadi
nyonya William dan tidak akan mendapatkan apapun dari keluargaku. Tidak akan
aku biarkan monster sepertimu merusak keluargaku. Tunggu sampai aku
menyingkirkanmu !” tegas Lucy saat ibu tirinya menghampirinya saat sedang
berkemas di kamar.
“Ya, aku memang sengaja melakukannya, dan ku pikir... bukankah aku yang sudah
menyingkirkanmu ? ini baru awal, tunggu sampai ayahmu memiliki anak dariku. Kau
benar-benar akan tersingkir dari keluargamu sendiri!” sahut Patricia menantang
sambil tersenyum sinis.
“Hah ! kau pikir aku akan tinggal diam
?”tegas Lucy, lalu pergi.
Lucy benar-benar pergi dari rumahnya. Ayahnya
juga membiarkannya pergi, karena ayahnya berpikir bahwa Lucy tidak akan
bertahan setelah beberapa hari. Lucy menyewa kamar kos-kosan yang dekat dengan
kampusnya untuk ditinggalinya. Dia bekerja paruh waktu di sebuah kafe kopi
untuk memenuhi kebutuhan jajannya. Ayahnya sangat mengkhawatirkan Lucy, karena
tidak seperti yang disangka ayahnya, Lucy benar-benar tinggal sendiri dan tidak
mau kembali ke rumah sebelum Patricia pergi dari rumahnya.
Beberapa bulan Lucy tinggal sendiri di kamar
kos kecilnya. Pak William selalu mendapat laporan tentang keadaan Lucy dari
Evan. Suatu ketika, Lucy harus membayar uang sewa kosnya tetapi ia tidak
mempunyai uang karena gajinya masih diterima beberapa minggu lagi. Suatu malam,
ia meminta bertemu dengan Evan dengan maksud meminjam uang.
“Apa kau sekarang sudah benar-benar miskin ?”
tanya Evan bercanda.
“Kau mau meminjamkannya atau tidak ? kalau
tidak juga tidak apa-apa, aku bisa mencari pinjaman lain.” Jawab Lucy kesal.
“Berikan nomor rekeningmu !” sahut Evan. “Apa
kau tidak mau kembali ke rumah ? ayahmu sangat mengkhatirkanmu.”
“Aku tidak akan kembali sebelum ‘step
monster’ itu pergi. Kau sudah tau kan kalau dia benar-benar akan
menyingkirkanku dari keluargaku sendiri. Aku harus mencari cara untuk
menyingkirkannya terlebuh dahulu. Aku khawatir, pasti dia juga merencanakan
sesuatu pada ayahku.”jelas Lucy.
Saat mereka berdua sedang berjalan pulang menuju
rumah Lucy, tiba-tiba ada seorang pengendara sepeda motor yang bermaksud
menabarak Lucy. Namun dengan cepat Evan menarik Lucy dan melindunginya dari
tabrakan. Pengendara itu langsung pergi setelah rencananya gagal. Saat itu,
Lucy tidak berpikir apa-apa. Dia hanya berpikir bahwa itu hanya ulah seorang
berandalan. Namun Evan berpikir lain, ia curiga bahwa memang ada seseorang yang
ingin mencelakakan Lucy. Pagi harinya, Evan kembali ke rumah Lucy dengan maksud
mengantarkan Lucy ke kampus. Evan sangat khawatir, kejadian semalam akan
terulang lagi.
“Heh permen karet! aku ini bukan anak SD yang
harus diantarkan walinya. Kampusku itu dekat, tinggal berjalan kaki aku sudah
sampai, kenapa kau ini ribut sekali ! hem ?”Lucy kesal.
“Kau tidak ingat kejadian semalam ?
sepertinya ada orang yang ingin mencelakakanmu.” Jawab Evan.
“Aku bisa menjaga diriku sendiri, jadi jangan
khawatir, oke ? lagi pula kau harus bekerja. Bukan berarti kau anak dari
ayahmu, kau bisa seenaknya sendiri seperti itu..” sahut Lucy.
Meskipun dilarang oleh Lucy, tanpa
sepengetahuannya, Evan terus mengikutinya dari belakang. Ditengah perjalanan,
sesuatu yang dikhawatirkan Evan bbenar-benar terjadi. Saat Lucy sedang berjalan
di trotoar, ada seorang laki-laki dengan wajah tertutup mendorong Lucy ke
jalan. Pada waktu yang sama, ada mobil yang melaju dari belakang Lucy dimana ia
terjatuh. Evan yang melihat langsung sigap dan menghalangi agar mobil itu tidak
menabrak Lucy. Namun akhirnya, Evan yang tertabrak dan mengalami luka di bagian
kepala dan patah tulang di bagian tangan. Evan pun langsung dibawa ke rumah
sakit. Lucy merasa sangat bersalah, ia terus menemani Evan di rumah sakit.
“Evan...bangunlah... harusnya aku yang
tertabrak mobil itu dan terluka seprti ini. Kenapa kau melakukannya ? Kumohon bangunlah..kumohon...bahkan aku belum
mengatakan bahwa aku mencintaimu..aku mencintaimu kak...”Lucy terus menangis
disamping Evan. Evan yang sudah tersadar, berpura-pura memejamkan matanya
sambil tersenyum girang.
“Kau pikir aku akan mati ?”Evan tiba-tiba. Lucy
pun terkejut.
“Kau sudah sadar ? apa perlu ku panggil
dokter kesini ? apa kau merasa sakit ? bagian mana yang sakit ?” Lucy terus
melempar pertanyaan.
“Sebegitukah kau mengkhawatirkanku ? aku
baik-baik saja.”jawan Evan penuh kedewasaan sambil tersenyum. “Aku juga
mencintaimu.” Evan tiba-tiba.
“Hah ?” Lucy terkejut.
“Aku mendengar semua yang kau katakan. Bahkan
aku sudah lama menyimpan perasaanku. Aku lebih mencintaimu.”Evan terus
menggenggam tangan Lucy. Lucy hanya memandang dengan tatapan kosong dan merasa
sangat malu dengan apa yang semua telah ia katakan.
“Wah... leganya mengatakan semua yang telah
kusimpan sangat lama.” Kata Evan sambil mengelus dadanya sendiri.
Sejak saat itu, Lucy dan Evan mulai menjalani
hubungan sebagai sepasang kekasih.
Pak William (ayah Lucy) mencurigai Patricia
bahwa dialah yang ingin mencelakaakan Lucy. Pasalnya ia pernah memergokinya
sedang menghubungi seseorang dimana dia mengatakan bahwa ia sudah membayarnya
banyak tetapi ia terlihat marah karna sesuatu yang diinginkannya gagal. Sejak
saat itu, sikap Pak William terhadap istrinya berubah.
***
Tiga tahun berlalu. Hubungan pak William dan
istrinya (Patricia) berubah. Pak William mulai mengabaikan istrinya yang lama
kelamaan mulai menampakkan sifatnya yang sebenarnya. Sejak saat itu, Patricia
mulai menyadari bahwa ia sudah dicurugai oleh suaminya sendiri. Patricia mulai
merencanakan sesuatu untuk menyingkirkan suaminya sendiri. Ia menyewa seseorang
lagi untuk mencelakaan Pak William.
Mobil yang biasa dipakai oleh Pak William
untuk pergi ke kantor disabotase oleh orang suruhan istrinya sendiri. Akhirnya
pak William mengalami kecelakaan hebat dalam perjalanannya ke kantor. Pak
William mengalami koma karna luka di kepalanya. Tidak seperti yang diinginkan
oleh Patricia yang menginginkan Pak William mati. Patricia dengan sengaja tidak
memberitahukan berita tentang kecelakaan ayahnya kepada Lucy. Setelah tiga
hari, Lucy baru mengetahuinya dari Evan.
Setelah Lucy mendengar kecelakaan ayahnya,
Lucy langsung pergi ke rumah sakit tempat ayahnya dirawat. Sebelumnya Lucy
belum mengetahui bahwa ayahnya mengalami koma. Setelah sampai di rumah sakit,
Lucy langsung masuk ke ruang dimana ayahnya dirawat. Lucy heran, sebelum masuk
ke kamar ayahnya, ia diharuskan memakai baju steril berwarna hijau. Dan hanya
dua orang yang diperbolehkan masuk ke ruangan dingin itu. Lucy sangat ketakutan
masuk ke ruangan dingin itu. Suasana begitu sunyi. Setelah sampai di dalam
ruangan, terdengar bunyi-bunyi mesin medis yang mungkin apabila terus didengar
akan dapat membuat seseorang merasa tertekan. Di dalam ruang tersebut, ada beberapa
pasien lain. Pak William terbaring tepat berada sekitar lima meter di hadapan
Lucy. Namun Lucy dalam pandangan kosongnya menengok kanan dan kiri mencari
ayahnya. Setelah Evan menunjukkan dimana tempat ayahnya berbaring, ia sangat
kaget karna ia tidak mengenali ayahnya. Terdapat kabel dan selang-selang medis
yang menempel di tubuh ayahnya. TV kecil yang mendeteksi jantung, tekanan darah
dan kadar oksigen yang biasanya dilihatnya di dalam film, sekarang tersambung
ke tubuh ayahnya. Bahkan terdapat selang kecil yang dimasukkan ke dalam kepala
ayahnya. Lucy tidak berkata apa-apa, tangisnya langsung pecah tak dapat
dihentikan. Evan yang ada disampingnya langsung memeluk Lucy menenangkan. Lucy
tidak dapat menghentikan tangisannya, bahkan ia tidak dapat berkata apapun dan
tidak sanggup melihat kondisi ayahnya. Ia terus memalingkan wajahnya di pelukan
Evan.
“Tenanglah Lucy, tidak usah Khawatir, ayahmu
akan baik-baik saja. Lihat ayahmu ! kau tidak perlu takut. Meskipun ayahmu
terlihat seperti orang yang sedang tidur, ia dapat mendengar semua yang kau
katakan. Ayahmu pasti senang kau datang. Coba katakan sesuatu kepada ayahmu.
Genggam tangan ayahmu, dia sangat merindukanmu.” Evan menenangkan.
Lucy menggenggam tangan ayahnya. Pak William
menggenggam tangan Lucy dengan sangat erat. Dalam tidurnya, Pak William
berjuang untuk melawan rasa sakit yang dialaminya. Ia terus menggenggam erat
tangan Lucy. Sesaat ia seperti menggerakkan bola matanya ke kanan dan kiri
seperti ingin membuka matanya tetapi tidak bisa. Pak William sangat merindukan
Lucy. Genggamannya semakin kuat seakan Lucy tidak boleh pergi dari tempat itu.
Lucy tidak bisa mengatakan sapatah kata pun. Ia hanya berdoa dalam hatinya
untuk kesembuhan ayahnya. Lucy masih tidak menyangka hal itu benar-benar
terjadi. Ia masih berharap bahwa itu hanyalah sebuah mimpi buruk dalam
tidurnya.
Jam besuk ayahnya berakhir dan Lucy harus
meninggalkan ayahnya di ruangan dingin itu bersama dokter dan perawat yang
menjaganya.
“Kenapa kau baru memberitahuku sekarang ?”
tanya Lucy kepada Evan.
“Aku juga baru tahu dan langsung
memberitahumu. Itu pun aku tahu dari pegawaiku. Aku bertanya hal yang sama
kepada ibu tirimu, dia mengatakan bahwa ia tidak ingin ujian skripsimu
terganggu karena keadaan ayahmu.”
“Apa dalam keadaan seperti ini skripsiku
menjadi hal yang penting. Apa kau tau penyebab kecelakaan ayahku ?”sahut Lucy
sambil terus menangis.
“Mobil ayahmu mengalami rem blong. Sementara
itu yang dikatakan kepolisian.”
“Mobil itu rutin diperiksa, mustahil !”
“Tenanglah Lucy, ayahmu pasti akan baik-baik
saja. Sekarang kau hanya perlu fokus pada kesembuhan ayahmu dan berdoa
untuknya.”Evan menenangkan sambil memeluk Lucy yang terus menangis.
Satu bulan berlalu, ayah Lucy masih dirawat
di rumah sakit dalam keadaan koma. Patricia merasa sedang melayang-layang di
udara, tetapi ia masih belum puas karena pak William belum mati. Suatu hari
saat Lucy sedang tidak menjaga ayahnya, Patricia berkesempatan untuk mengganggu
ayahnya. Seakan rencana jahatnya tidak pernah habis, ia membuat tekanan darah
pak William meningkat dan menganggu kerja jantungnya.
“Kau seharusnya mati dalam kecelakaan itu !
dengan begitu, hartamu jatuh ke tanganku. Setelah ini aku akan melakukan hal
yang sama sepertimu kepada Lucy. Kau memang bodoh mempercayaiku. Kau pikir aku
mau menikah dengan tua bangka sepertimu ?”Patricia dengan sengaja membuat tekanan
darah pak William meningkat karena dalam keadaan komanya, pak William dapat
mendengar semua yang Patricia katakan kepadanya. Alat pendeteksi tekanan
darahnya pun berbunyi. Tekanan darahnya benar-benar diatas batas normal.
Jantungnya berdetak kencang. Tiba-tiba pak William mengalami serangan jantung.
Dokter pun datang untuk menolong. Lucy yang baru datang bersama Evan terkejut
melihat ayahnya. Lucy, Evan, dan Patricia yang saat itu berada di dalam ruangan
disuruh untuk keluar dari ruangan. Dokter-dokter sedang berusaha untuk
menyelamatkan pak William.
Diluar ruangan Lucy terus memanjatkan doa
untuk ayahnya. Ia tak bisa membendung air mata yang terus keluar dari matanya.
Kali ini Evan pun ikut tidak bisa menahan rasa khawatirnya. Patricia yang ikut
berada disana hanya berharap agar pak William mati. Karna dialah yang membuat
pak William celaka.
“Bagaimana keadaan ayah saya dokter ? apa dia
baik-baik saja dokter ?” tanya Lucy tergesa setelah dokter keluar dari ruangan.
“Maafkan kami, kami sudah berusaha dengan
semua kemampuan kami, tetapi Pak William tidak dapat kami selamatkan.”
Bumi seakan berhenti berputar. Dengan
pandangan kosong, Lucy menjatuhkan badannya ke lantai. Badannya tidak dapat
digerakkan. Tangisnya pecah tak dapat dibendung. Ia terus memanggil ayahnya.
Evan memeluknya erat ikut menangis. Selama berjam-jam Patricia menangis
dilorong sunyi itu. Patricia yang berada disana ikut menengis, tetapi dalam
hatinya ia sangat berbahagia atas kematian suaminya.
Beberapa hari berlalu setelah pemakaman pak
William. Pengacara pak William dimana juga sebagai pengacara Lucy datang ke
rumah Lucy untuk memberikan surat wasiat yang telah ditulis pak William sebelum
ia meninggal. Patricia pun ikut berada disana untuk mendengar isi wasiatnya.
Surat itu berisi bahwa semua harta yang dimiliki pak William diberikan kepada
Lucy. Bahkan Patricia tidak mendapat sepeserpun dari harta pak William. Karena
surat itu ditulis setelah pak William mengetahui apa yang telah dilakukan
Patricia kepada Lucy. Patricia marah dan tidak terima. Lucy sudah mengetahui
bahwa kematian ayahnya adalah perbuatan Patricia. Disitu Lucy mangatakan ia
tidak akan menuntutnya dijalur hukum. Namun Patricia harus pergi dari rumahnya
dan memutus hubungannya sebagai ibu. Bahkan ia mengatakan agar Patricia tidak
muncul lagi dihadapannya. Disitu Patricia seperti dihajar habis-habisan. Kali
ini, ia benar-benar mendapat balasan atas apa yang telah ia lakukan.
Lucy yang baru saja lulus dari kuliahnya
langsung menggantikan ayahnya memimpin perusahaan. Lucy tidak sendiri karna ia
didampingi Evan untuk membantunya. Awalnya, Lucy diragukan oleh para pemegang
saham, karena ia masih terlalu muda dan belum berpengalaman memimpin sebuah
perusahaan. Namun Lucy membuktikan, ia dapat memajukan perusaan ayahnya dan
mendapat kepercayaan.
~ The End ~